Berkenalan Dengan Desa Palas Pasemah

profil desa adat

SEJARAH

Desa Palas Pasemah didirikan pada tanggal 17 Januari 1936, penduduk Desa Palas Pasemah Kecamatan Palas Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung berasal dari daerah Tanah Pasemah Kecamatan Pagar Alam Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.

Pada tahun 1927, Tetua Kampung dari Pagar Alam meninjau ke Daerah Lampung sampai ke kampung Ketapang - Marga Dantaran Kalianda, setelah melaporkan tujuan pada Raden Imba Kesuma Ratu (Pasirah Marga Ratu) Kalianda.

Pada tahun 1929, berangkat dari daerah Tanah Pasemah menuju ke kampung Ketapang Kalianda Marga Dantaran, di mana kepala keluarga yang berangkat sebanyak 25 KK yang berasal dari Kampung Tanjung Bulan, Kampung Gedung Agung, Kampung Tanjong Beringin yang masing-masing warga Kebun Jati Kecamatan Pagar Alam.

Setelah sampai ke Daerah Lampung, kampung Ketapang Marga Dantaran Kalianda masing-masing membuat rumah darurat bertempat di Ketapang Unggak atau bisa dikatakan membuat kampung berdiri sendiri. Sejak tahun 1929-1936 di Ketapang Unggak, penduduk merasa gelisah karena mengalami pertanian di kampung Ketapang Unggak banyak sekali kekurangan yaitu:

  • Tanah peladangan kurang luas
  • Tanah pesawahan tidak mencukupi
  • Air pun setelah kemarau 3 bulan kering, untuk minumpun tidak mencukupi

Dari hal tersebut, semua penduduk bermusyawarah untuk meminta petunjuk pada Pasirah Marga Ratu (Raden Imba Kesuma Ratu). Setelah menghadap dan memberikan laporan tersebut, kemudian diberikan saran atau petunjuk oleh Pasirah Marga Ratu dan didapatkan persetujuan dari tetua kampung Ketapang Unggak untuk pindah tempat untuk bertani dan mendirikan kampung sendiri di daerah Palas Marga Ratu.

Kemudian pada tahun 1936, semua penduduk sepakat berangkat pindah ke daerah Palas Marga Ratu, setelah izin pindah penduduk dari Pasiran Marga Dantaran yang dipelopori sebanyak 38 KK sebagai perintis pembukaan Kampung Palas Pasemah, yang dipimpin oleh kepala kampung yang bernama Djamasin dengan disertai surat izin pindah dari Pasiran Marga Dantaran kepada Pasiran Marga Ratu (Raden Imba Kesuma Ratu). Setelah semua kepala keluarga sampai ke Daerah Palas, mereka membuat rumah biding bersama secara gotong royong untuk tempat tinggal sementara. Setelah itu, dengan secara kompak melakukan mufakat merencanakan untuk tempat peladangan, setelah selesai merencanakan peladangan, tetua kampung bermusyawarah lagi untuk menentukan pembagian tanah pekarangan seluas 9 kepas x 15 kepas sesuai dengan bukti-bukti pekarangan tersebut yang menjadi tempat Desa Palas Pasemah Dusun 01.

Kemudian segala kegiatan masyarakat kampung secara adat istiadat di Kampung Palas Pasemah diatur secara musyawarah oleh masing-masing tetua jungku dari asal peralihan dari Sumatera Selatan, yaitu sebanyak 7 jungku yaitu:

  1. Jungku Tanjung Bulan
  2. Jungku Tanjung Beringin
  3. Jungku Gedung Agung
  4. Jungku Gumai
  5. Jungku Bumi Agung
  6. Jungku Kisam
  7. Jungku Bengkulu

Segala urusan dalam membangun kampung tersebut seperti pertanian, hajatan, kematian, gotong royong, pernikahan, perkelahian, persengketaan, dll. yang tidak bertentangan dengan hukum adat, hukum agama, hukum negara, dapat diselesaikan serta diatasi dengan secara musyawarah mufakat, oleh tetua kampung 7 jungku tersebut dengan arti kata atau semboyan:

  1. "endak ilok empung gi tunggal"
  2. "rasan besak di kecikkan"
  3. "rasan kecik di selesaikan"
  4. "adat istiadat pasemah seganti setunguan"

Dengan selesainya musyawarah tersebut, sebanyak 38 KK mengambil tanah pembagian untuk tempat rumah perorangan setelah selesai masing-masing menyediakan alat-alat untuk rumah darurat. Pada akhir tahun 1936, semua keluarga dijemput dari Ketapang Unggak langsung berangkat ke Palas serta masing-masing KK membawa seekor kerbau untuk membantu pertanian di lahan yang baru nantinya dan menjaga hubungan langsung ke Raden Imba.

Pada tahun 1938, datang suku dari Semendo untuk ikut bertani di Palas. Oleh karena itu, tetua kampung ditempatkan di Labuhan Ratu yang sekarang menjadi Palas Jaya. Yang dipimpin oleh H. Yusup dan H. Ali pada tahun 1938, datang suku Marga Aji dari Muara Dua Komring yang tujuannya untuk ikut bertani, maka oleh tetua Kampung Palas Pasemah ditempatkan di daerah yang sekarang ini dinamakan Palas Aji dipimpin oleh Suku Marga. Pada akhir tahun 1939, rakyat Palas Pasemah mulai membuka tanah pesawahan di Seberang Kali Pisang. Ketika padi berumur 3 bulan, datang petugas dari Kehutanan (Bewesan) maka semua rakyat yang membuka sawah tersebut ditangkap, akan tetapi dari Pemerintah Belanda yang berasal dari Daerah Teluk Betung mencabut padi yang ditanam oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena mereka melihat tanah telah dibuka tanpa izin dan rakyat yang membuka tanah tersebut ditangkap serta langsung dimasukkan ke dalam penjara yang ada di Kalianda.

Karena sebagian besar dari penduduk Kampung Palas Pasemah berada di dalam penjara, maka ada pembelaan dari Pasirah Marga Ratu. Setelah 20 hari lamanya di dalam penjara, kemudian dikeluarkan dan dikembalikan ke Palas. Pada tahun 1939 akhir, rakyat panen ladang atas keputusan dari Tetua Kampung atas dasar keputusan musyawarah seluruh penduduk. Masyarakat memajukan permohonan kepada Pasirah Marga Ratu supaya Kampung Palas Pasemah, Palas Aji, dan Palas Labuhan Ratu yang sekarang menjadi Palas Jaya, sehingga dapat diresmikan menjadi kampung. Maka dari Pasirah Marga Ratu menetapkan hari tanggal peresmian tersebut. Sehingga diadakanlah upacara peresmian kampung serta masing-masing kampung memotong seekor kerbau. Selesai peresmian kampung, Pasirah Marga Ratu memberikan nama-nama kampung yaitu:

  • Kampung Palas Pasemah dinamakan Tanjung Rindu
  • Kampung Palas Aji dinamakan Tanjung Senang
  • Kampung Labuhan Ratu dinamakan Tanjung Kari

Perkembangan wilayah Pasirah Marga Ratu, yang terletak di Palas Kampung Kuripan. Sejak tahun 1939, terdapat bukti resmi mengenai pengangkatan kepala suku yang menjadi pemimpin masyarakat setempat. Pengangkatan ini diatur dalam surat keputusan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.

Setelah pengangkatan tersebut, masyarakat di Pasirah Marga Ratu diberikan izin untuk menggunakan tanah pertanian, khususnya untuk menanam pisang. Izin ini penting karena memberikan kesempatan bagi penduduk untuk mengelola tanah dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Namun, situasi berubah ketika Jepang menduduki Indonesia. Pada tahun 1942, pemerintah Jepang mengeluarkan berbagai peraturan yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Meskipun ada larangan tertentu, masyarakat tetap berusaha untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan mereka.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, rakyat merasakan perubahan yang signifikan. Meskipun telah mendapatkan kemerdekaan, pelaksanaan kebijakan sering kali tidak berjalan mulus, dan banyak kekurangan yang harus dihadapi oleh masyarakat.

Pada tahun 1952, organisasi lokal bernama LOB, yang dipimpin oleh Bapak Bandanij dan Ibu Siti Mulyati, muncul untuk membantu pengembangan masyarakat di Palas. Mereka berusaha untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi penduduk setempat. Akhirnya, pada tahun 1954, pengangkatan kepala negeri baru dilakukan untuk mengatur wilayah Palas Pasemah dan sekitarnya. Ini menunjukkan adanya upaya untuk memperkuat struktur pemerintahan lokal dan memberikan perhatian lebih kepada kebutuhan masyarakat. Secara keseluruhan, dokumen ini menggambarkan perjalanan panjang masyarakat Pasirah Marga Ratu dalam menghadapi berbagai tantangan, baik dari pemerintah kolonial maupun dalam upaya mereka untuk meraih kemerdekaan dan meningkatkan kualitas hidup.

Hasil pemilihan calon kepala desa pada tahun 1955, di mana M. Husin S. terpilih sebagai kepala desa setelah mendapatkan suara terbanyak. Penunjukan ini dilakukan oleh Residen Lampung, yang menunjukkan kepemimpinan di bawah M. Husin telah mendapatkan pengakuan secara resmi.

Sejak tahun 1958, terjadi migrasi penduduk ke Daerah Palas, yang diatur oleh pemerintah. Transmigrasi ini bertujuan untuk mengembangkan wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kampung Tanjung Sari, yang sebelumnya bernama Bangunan, dibentuk pada tahun 1960, dan pada tahun 1962, Kampung Rejo Mulyo didirikan.

Pada tahun 1972, pemekaran Kecamatan Palas terjadi, yang memisahkan wilayah tersebut dari Kecamatan Penengahan. Hal ini diikuti dengan penetapan beberapa kampung baru, termasuk Kampung Palas Pasemah, yang kemudian memekarkan diri menjadi beberapa kampung lainnya, seperti Kampung Palas Aji dan Kampung Palas Jaya.

Dokumen ini juga mencatat urutan pembukaan tanah untuk pertanian di sekitar wilayah tersebut dari tahun 1939 hingga 1969. Beberapa lokasi yang disebutkan termasuk sekitar Way Simah, Way Kali Lik, dan Way Buhu, yang menunjukkan perkembangan pertanian di daerah tersebut.

Secara keseluruhan, dokumen ini memberikan gambaran tentang dinamika sosial dan ekonomi di wilayah Palas, termasuk proses pemilihan pemimpin, migrasi penduduk, dan pembukaan lahan pertanian yang berkontribusi pada pertumbuhan masyarakat setempat.

PIMPINAN (KEPALA KAMPUNG PALAS PASEMAH)

Sejak Tahun 1936 s/d Tahun 1980

  • Tahun 1936 s/d Tahun 1939: Nama DJAMASIM, almarhum.
  • Tahun 1940 s/d Tahun 1947: Nama Senair, 4 th. Usul 3 th. Almarhum.
  • Tahun 1948 s/d Tahun 1950: Nama Masakip.
  • Tahun 1951 s/d Tahun 1954: Nama M. Said, almarhum.
  • Tahun 1955 s/d Tahun 1958: Nama M. Husin S.
  • Tahun 1959 s/d Tahun 1961: Nama Hanan.
  • Tahun 1961 s/d Tahun 1967: Nama M. Harun S.
  • Tahun 1967 s/d Tahun 1975: Nama M. Husin S.
  • Tahun 1975 s/d Tahun 1980: Nama M. Husin S.
  • Tahun 1980 s/d Tahun 1988: Nama A. Rasyid M.S.

Demikianlah kutipan sejarah ringkas asal mula Penduduk Desa Palas Pasemah peralihan dari Daerah Tanah Pasemah Kecamatan Pagar Alam Kabupaten Lahat Provinsi Palembang Sumatera Selatan.

Sejarah ringkas ini sebelum telah dikutip oleh M. Husin S. sejak tanggal 1 Januari 1945, sampai tahun 1980 - setelah M. Husin S. berhenti dari jabatannya sebagai Kepala Kampung Palas Pasemah tahun 1980 (ketiga kalinya menjabat Kepala Kampung Palas Pasemah).